Penulis: Putri Rahma Aulia
Kepemimpinan merupakan tema yang selalu menarik diperbincangkan dan tak pernah habis untuk dibahas. Hal tersebut, karena paradigma kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat dinamis dan memiliki komplektibilitas yang tinggi.
Islam sebagai ad-din (agama) menempatkan secara khusus masalah kepemimpinan pada sebuah bingkai/tema/bab yang harus dipelajari, diamalkan oleh setiap manusia.
Konsep kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh yang bukan saja dibangun dari nilai-nilai ajaran Islam, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para shahabat dan al-Khulafa’al-Rosyidin.
Bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah, berkembang dinamis karena dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik dan budaya. Ketika di Madinah Nabi Muhammad SAW mempunyai peran ganda, sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai hakim yang merupakan menifestasi beliau sebagai Rasul utusan Allah SWT.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin), oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan.
Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak Langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi.
Dalam menyoroti pengertian dan hakikat kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen di dalamnya dan saling mempengaruhi.
Secara eksplisit keberadaan kepemimpinan ini dilegitimasi dalam al-Qur’an sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan kepatuhan (taat), setelah Allah dan rasul-nya.
Kepatuhan tersebut menyangkut berbagai hal yang menjadi kebijakannya, baik suka maupun tidak suka. Hanya saja kepatuhan tersebut dibatasi kepada sejauh mana kebijakannya tidak bertentangan dengan koridor yang telah ditentukan Allah dan rasul-nya.
Kepemimpinan adalah sebuah Keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses Panjang perubahan dalam diri seseorang.
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.
Jadi, pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses pengalaman internal dalam diri seseorang.
Ada banyak pemimpinan di dunia ini dengan berbagai model kepemimpinanannya dan bisa dijadikan rujukan bagi para pengikutnya, dalam menjalankan Amanah sebagai pemimpin. Namun bagi umat Islam, Nabi Muhammad adalah model pemimpin yang sempurna.
Tak hanya umat Islam, model kepemimpinan Nabi Muhammad juga dapat diterima oleh seluruh lapisan Masyarakat dengan beragam suku, bangsa, ras serta agama.
Michael H. Hart, seorang berkebangsaan Amerika, pengamut Yahudi dan penulis buku “The 100: A Rangking of The Most Influential Person in History” bahkan dengan berani menempatkan Nabi Muhammad pada urutan teratas 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Michael H. Hart mengakui bahwa, Nabi Muhammad bukan hanya pemimpin agama melainkan juga pemimpinan dunia.
Fakta menunjukkan, pengaruh kepemimpinan politik Nabi Muhammad SAW selalu berada di posisi terdepan. Ini merupakan bukti nyata dari keberhasilan Nabi Muhammad dalam memimpin.
Karenanya, sudah sepatutnya apabila umat Islam terutama para pemimpin atau calon pemimpin, menjadikan Nabi Muhammad sebagai panutan dalam menjalankan tugasnya. Dalam kepemimpinannya Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan terbaik bagi umat manusia. Hal ini dapat kita lihat dari karakter kepemimpinan beliau meliputi:
Pertama, Shiddiq (Jujur)
Modal pertama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sifat jujur. Sifat jujur juga yang menjadikan Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang disegani oleh kawan maupun lawan. Kejujuran Nabi Muhammad SAW sudah terlihat semenjak kecil. Berlanjut ketika remaja, dewasa hingga akhir hayatnya.
Dalam Sejarah disebutkan, jauh sebelum Muhammad menjadi Rasul, Khadijah telah mempercayakan barang dagangannya untuk dikuasai oleh Muhammad. Disinilah beliau senantiasa menunjukkan kejujuran sehingga membuat Khadijah kagum terhadap sosok Muhammad.
Apapun yang dipercayakan kepada Muhammad selalu bisa dipertangungjawabkan. Berkat kejujuran dan kelihaian Nabi dalam mengelola perdagangan menjadikan Khadijah semakin kaya raya. Sikap jujur ini juga yang kemudian membuat Wanita agung na kaya ray aini terpikat untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai pendamping hidupnya.
Kedua, Amanah (Terpercaya)
Sifat jujur Nabi Muhammad berimbas pada munculnya sifat mulia lainnya yaitu Amanah. Amanah artinya dapat dipercaya. Masyarakat Makkah sendiri telah memberikan gelar al-Amin kepada Nabi Muhammad. Ketika beliau remaja sudah dipercaya untuk menjadi tempat penitipan barang dagangan serta barang-barang berharga milik penduduk.
Gelar ini kemudian menjadi sangat masyhur di kalangan Masyarakat Makkah. Bermula ketika terjadi banjir bandang yang menimpa kota Makkah sehingga menyebabkan bangunan Ka’bah rusak. Oleh kaum Quraisy diadakanlah renovasi. Namun ketika akan dilakukan proses pemasangan atau peletakan Hajar Aswad timbullah perselisihan di antara mereka. Masing-masing merasa dirinya yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad.
Perdebatan baru mendapatkan titik terang, setelah salah seorang sesepuh Quraisy yang bernama Abu Umayyah Bin Mughirah menyarankan agar siapapun orang pertama yang memasuki pintu Ka’bah maka ialah yang berhak meletakkan Hajar Aswad.
Mereka pun menunggu dan tak lama datanglah seorang laki-laki memasuki pintu Ka’bah. Setelah melihat yang masuk semua kabilah merasa senang. Mereka pun Ridha karena mengetahui Nabi Muhammad adalah seorang yang jujur dan terpercaya.
Nabi Muhammad pun diminta untuk meletakkan Hajar Aswad. Namun Nabi Muhammad bukanlah seorang yang egois. Ia kemudia membentangkan sorbannya lalu meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah kain sorban tersebut. Lalu Nabi Muhammad memanggil masing-masing pemimpin kabilah untuk memegang bagian ujung kain sorban pada keempat sisinya.
Kemudian mereka bersama-sama mengangkat Hajar Aswad menggunakan kain sorban tersebut menuju tempay peletakannya. Lalu kabilah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Semua kabilah merasa puas dan bergembira atas perilaku adil dan Amanah yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, Fathanah (Cerdas)
Cerdas merupakan sifat wajib yang harus dimiliki oleh para Nabi dan Rasul termasuk Nabi Muhammad. Hal ini sangat lumrah mengingat beratnya tanggung jawab mereka sebagai Nabi dan Rasul.
Seorang Nabi harus mampu memberikan argument, ide, gagasan, saran, pendapat serta mampu berkomunikasi dengan baik dan melapangkan dada dalam berdakwah. Sehingga orang yang diajak dalam dakwah akan tertarik dan mengikuti kebenaran yang disampaikan.
Hasil dari kecerdasan akan terlihat dari seberapa mampu seseorang menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam Masyarakat.
Dengan kecerdasan, Nabi Muhammad SAW mampu menerima Pendidikan yang diberikan oleh Allah melalui Malaikat Jibril dan dengan mudah pula mampu meyampaikan Pendidikan tersebut kepada umatnya, tanpa adanya kesalahan.
Ini memberi pengertian kepada kita bahwa, untuk menjadi cerdas seseorang harus belajar dan berusaha dengan sunguh-sungguh. Membersihkan hati dan pikiran agar Pelajaran mudah dicerna.
Keempat, Tabligh (Menyampaikan)
Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW juga bersifat tabligh yaitu menyampaikan kebenaran secara baik dan bijaksana tanpa kekerasan. Tabligh Nabi tidaklah sekedar menyampaikan ajaran melalui lisan melainkan bersumber dari hati yang bersih, disampaikan melalui lisan yang fasih dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad merupakan contoh konkret dari sebuah ajaran yang ia bawa. Tidaklah Nabi menyampaikan sesuatu melainkan ia adalah orang pertama yang melakukannya dan tidaklah ia melarang sesuatu melainkan beliau adalah orang pertama yang menjauhinya.
Para pembaca yang Budiman, karakter kepemimpinan Nabi Muhammad SAW memang komplet dan sempurna. Kita tak peril sibuk mencari referensi siapakah sosok yang akan kita tiru, karena telah Allah anugerahkan kepada kita seorang Rasul yang memimpin dengan penuh kasih sayang. Allah sendirilah yang langsung memberi gelar kepada beliau sebagai “Rahmatan Lil ‘Alamin”. “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi seluruh alam”. (al-Anbiya’ : 107).
Menjadi pemimpin, mungkin Impian bagi sebagian orang atau merupakan cita-cita sedari kecil yang ingin diraih, Namun menjadi pemimpin haruslah sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama dan hukum yang berlaku dalam sebuah negara, karena menjadi pemimpin adalah Amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Khaliq.